Rabu, 14 Juni 2017

Tesktologi dan kodikologi.



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Dalam mempelajari Fologi perlu tahu mengenai Tesktologi dan kodikologi. Seperti halnya bidang ilmu pengetahuan yang lain, filologi pun memiliki sasaran atau obyek kerja. Bahwa obyek filologi adalah naskah atau teks dengan menggunakan media bahasa sebagai sarana penelitian. Lebih lanjut lagi dikatakan bahwa, naskah dan teks memiliki pengertian yang berbeda. Naskah (‘handschrijft’ Belanda, ‘manuscript’ Inggris) merupakan semua bahan tulisan sebagai hasil kebudayaan masa lalu dan dengan demikian bersifat konkrit dan dapat dipegang atau disentuh, sedangkan teks adalah isi naskah itu sendiri.
1.2  Rumusan masalah
Adapun beberapa masalah yaitu sebagai berikut :
1.      Apa itu Tekstologi dan kodikologi?
1.3  Tujuan penelitian
Adapun tujuan penelitian sebagai berikut :
1.      Untuk mendeskripsikan apa itu Tekstologi dan Kodikologi
1.4  Manfaat penelitian
Adapun beberapa manfaat sebagai berikut :
1.      Untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Filologi
2.      Untuk mengetahui mengenai apa itu Tektologi dan kodikologi


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Tekstologi
Tekstologi Sama halnya dengan kodikologi yang mempelajari seluk-beluk naskah (kodeks), tekstologi juga merupakan bagian dari ilmu filologi yang mempelajari seluk-beluk teks, terutama menelaah yang berhubungan dengan penjelmaan dan penurunan sebuah teks sebagai sebuah teks karya sastra, dari mulai naskah otograf (teks bersih yang ditulis pengarang) sampai pada naskah apograf (teks salinan bersih oleh orang-orang lain), proses terjadinya teks, penafsiran, dan pemahamannya. Dalam penjelmaan dan penurunannya, secara garis besar dapat disebutkan adanya tiga macam teks, yaitu:
a. teks lisan (tidak tertulis);
b. teks naskah tulisan tangan;
c. teks cetakan (Baried, 1985:56).
Dilihat berdasarkan masa perkembangannya, teks yang pertama ada adalah teks lisan, teks lisan lahir dari cerita-cerita rakyat yang diturunkan secara turun-temurun dari generasi ke generasi melalui tradisi mendongeng. Teks lisan berkembang menjadi teks naskah tulisan tangan yang merupakan kelanjutan dari tradisi mendongeng, cerita-cerita rakyat yang pernah dituturkan disalin ke dalam sebuah tulisan dengan menggunakan alat dan bahan yang sangat sederhana dan serta menggunakan aksara dan bahasa daerahnya masing-masing. Teks naskah tulisan tangan ini masih tradisional, setelah ditemukannya mesin cetak dan kertas oleh bangsa Cina maka perkembangan teks pun menjadi lebih maju, pada masa ini orang tidak harus susah-susah menyalin sebuah teks, tetapi teks-teks sangat mudah diperbanyak dengan waktu yang tidak lama maka lahirlah teks-teks cetakan. Baried (1985:57), menyebutkan ada sepuluh prinsip Lichacev yang dapat dijadikan sebagai pegangan untuk penelitian tekstologi yang pernah diterapkan terhadap karya-karya monumental sastra lama Rusia. Kesepuluh prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Tekstologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki sejarah teks suatu karya. Salah satu di antara penerapannya yang praktis adalah edisi ilmiah teks yang bersangkutan;
2.      Penelitian teks harus didahulukan dari penyuntingannya;
3.      Edisi teks harus menggambarkan sejarahnya;
4.      Tidak ada kenyataan tekstologi tanpa penjelasannya;
5.      Secara metodis perubahan yang diadakan secara sadar dalam sebuah teks (perubahan ideology, artistic, psikologis, dan lain-lain) harus didahulukan daripada perubahan mekanis, misalnya kekeliruan tidak sadar oleh seorang penyalin;
6.      Teks harus diteliti sebagai keseluruhan (prinsip kekompleksan pada penelitian teks);
7.      Bahan-bahan yang mengiringi sebuah teks (dalam naskah) harus diikutsertakan dalam penelitian;
8.      Perlu diteliti pemantulan sejarah teks sebuah karya dalam teks-teks dan monumen sastra lain
9.      Pekerjaan seorang penyalin dan kegiatan skriptoria-skriptoria (sanggar penulisan/penyalinan: biara, madrasah) tertentu harus diteliti secara menyeluruh;
10.  Rekonstruksi teks tidak dapat menggantikan teks yang diturunkan dalam naskah-naskah.
B.     Kodikologi
Istilah kodikologi berasal dari kata Latin ‘codex’ (bentuk tunggal; bentuk jamak ‘codies’) yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ‘naskah’ –bukan menjadi ‘kodeks’. Sri Wulan Rujiati Mulyadi mengatakan kata ’caudex’ atau ‘codex’ dalam bahasa Latin menunjukkan hubungan pemanfaatan kayu sebagai alas tulis yang pada dasarnya kata itu berarti ‘teras batang pohon’. Kata ‘codex’ kemudian di berbagai bahasa dipakai untuk menunjukkan suatu karya klasik dalam bentuk naskah.
Selanjutnya Dain mengatakan bahwa tugas dan “daerah” kajian kodikologi antara lain ialah sejarah naskah, sejarah koleksi naskah, penelitian mengenai tempat naskah-naskah yang sebenarnya, masalah penyusunan katalog, penyusunan daftar katalog, perdagangan naskah, dan penggunaan-penggunaan naskah itu.
Kodikologi, atau biasa disebut ilmu pernaskahan bertujuan mengetahui segala aspek naskah yang diteliti. Aspek-aspek tersebut adalah aspek di luar isi kandungan naskah tentunya.












BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Tektologi adalah Kajian ilmu yang mendalami segala sesuatu tentang teks, seperti cara penurunan atau penyalinan teks, pemahaman atau penafsiran serta penambahan atau pengurangan kata atau kalimatnya dan  Kodikologi adalah kajian ilmu yang mendalami   pembahasan seputar seluk beluk naskah, misalnya bahan, alat tulis, umur, tempat penulisan maupun perkiraan penulis naskah,












DAFTAR PUSTAKA
Istadiyantha,.Jurnal Kodikologi,

Uraikan perkembangan perekonomian di Nusantara dari prasejarah sampai masa Hindu Budha. Jawaban : Prasejarah



Nama   : Lia Mulyaningsih                  Mata Kuliah    : Sej Perekonomian
Nim     : 11.01.064                              Dosen              : Wildan Insan Fauzi, M.Pd
UJIAN TENGAH SEMESTER
JAWABAN
1.      Uraikan perkembangan perekonomian di Nusantara dari prasejarah sampai masa Hindu Budha.
Jawaban : Prasejarah
a.      Zaman Batu
Zaman batu menunjuk pada suatu periode di mana alat-alat kehidupan manusia umumnya/dominan terbuat dari batu, walaupun ada juga alat-alat tertentu yang terbuat dari kayu dan tulang. Dari alat-alat peninggalan zaman batu tersebut melalui Metode Tipologi (cara menentukan umur berdasarkan bentuk atau tipe benda peninggalan), maka zaman batu dibedakan lagi menjadi 3 periode/masa, yaitu Batu Tua/Palaeolithikum Merupakan suatu masa di mana alat-alat hidup terbuat dari batu kasar dan belum diasah/diupam, sehingga bentuknya masih sederhana.
Contohnya: kapak genggam. Batu Tengah Madya/Mesolithikum
Merupakan masa peralihan di mana cara pembuatan alat-alat kehidupannya lebih baik dan lebih halus dari zaman batu tua. Contohnya: Pebble/Kapak Sumatera. Batu Muda/Neolithikum
Merupakan suatu masa di mana alat-alat kehidupan manusia dibuat dari batu yang sudah dihaluskan, serta bentuknya lebih sempurna dari zaman sebelumnya. Contohnya: kapak persegi dan kapak lonjong.
b.      Zaman Logam
Perlu ditegaskan bahwa dengan dimulainya zaman logam bukan berarti berakhirnya zaman batu, karena pada zaman logampun alat-alat dari batu terus berkembang bahkan sampai sekarang. Sesungguhnya nama zaman logam hanyalah untuk menyatakan bahwa pada zaman tersebut alat-alat dari logam telah dikenal dan dipergunakan secara dominan. Zaman logam disebut juga dengan zaman perundagian.
c.       Masa berburu dan mengumpulkan makanan
Pada masa ini secara fisik manusia masih terbatas usahanya dalam menghadapi kondisi alam. Tingkat berpikir manusia yang masih rendah menyebabkan hidupnya berpindah-pindah tempat dan menggantungkan hidupnya kepada alam dengan cara berburu dan mengumpulkan makanan.
d.      Masa bercocok tanam
Pada masa ini kemampuan berpikir manusia mulai berkembang. Sehingga timbul upaya menyiapkan persediaan bahan makanan yang cukup dalam suatu masa tertentu. Dalam upaya tersebut maka manusia bercocok tanam dan tidak lagi tergantung kepada alam.
e.       Masa perundagian
Pada masa ini masyarakat sudah mengenal teknik-teknik pengolahan logam. Pengolahan logam memerlukan suatu tempat serta keahlian khusus. Tempat untuk mengolah logam dikenal dengan nama perundagian dan orang yang ahli mengerjakannya dikenal dengan sebutan Undagi.
Penghidupan Mata pencaharian dan penghidupan masyarakat prasejarah di Indonesia berkisar antara kehidupan berburu dan meramu masyarakat hutan, hingga kehidupan pertanian yang rumit, dengan kemampuan bercocok tanam padi-padian, memelihara hewan ternak, hingga mampu membuat kerajinan tenun dan tembikar. Kondisi pertanian yang ideal memungkinkan upaya bercocok tanam padi lahan basah (sawah) mulai berkembang sekitar abad ke-8 SM.
Hindu-Budha
Memungkinkan desa dan kota kecil mulai  berkembang pada abad pertama Masehi. Kerajaan ini yang lebih mirip kumpulan kampung yang tunduk kepada seorang kepala suku, berkembang dengan kesatuan suku bangsa dan sistem kepercayaan mereka. Iklim tropis Jawa dengan curah hujan yang cukup banyak dan tanah vulkanik memungkinkan pertanian padi sawah berkembang subur. Sistem sawah membutuhkan masyarakat yang terorganisasi dengan baik dibandingkan dengan sistem padi lahan kering (ladang) yang lebih sederhana sehingga tidak memerlukan sistem sosial yang rumit untuk mendukungnya. Kebudayaan Buni  berupa budaya tembikar berkembang di pantai utara Jawa Barat dan Banten sekitar 400 SM hingga 100 M. Kebudayaan Buni mungkin merupakan pendahulu kerajaan Tarumanagara, salah satu kerajaan Hindu tertua di Indonesia yang menghasilkan  banyak   prasasti yang menandai awal berlangsungnya periode sejarah di pulau Jawa. Peninggalan masa prasejarah Peninggalan masa prasejarah Nusantara diketahui dari berbagai temuan-temuan coretan/lukisan di dinding gua atau ceruk di tebing-tebing serta dari penggalian-penggalian  pada situs-situs purbakala.
Perdagangan di masa kerajaan-kerajaan tradisional disebut oleh Van Leur mempunyai sifat kapitalisme politik, dimana pengaruh raja-raja dalam perdagangan itu sangat besar. Misalnya di masa Sriwijaya, saat perdagangan internasional dari Asia Timur ke Asia Barat dan Eropa, mencapai zaman keemasannya. Raja-raja dan para bangsawan mendapatkan kekayaannya dari berbagai upeti dan pajak. Tak ada proteksi terhadap jenis produk tertentu, karena mereka justru diuntungkan oleh banyaknya kapal yang “mampir”.
Kerajaan Kutai : kehidupan ekonomi masyarakat kutai adalah beternak, bertani, dan berdagang masuknya pengaruh Hindu di kutai, menunjukkan suatu hubungan dagang antara pedagang setempat dengan India
Kerajaan Tarumanegara : Prasasti tugu menyatakan bahwa raja Purnawarman memerintahkan rakyatnya untuk membangun saluran air di Sungai Gomati sepanjang 6122 tombak atau sekitar 12 km. selain itu juga sebagai irigasi pertanian serta sarana lalu-lintas pelayaran perdagangan antardaerah di Kerajaan Tarumanegara dengan dunia luar dan daerah-daerah di sekitarnya.
Kerajaan Melayu : diketahui bahwa Kerajaan Melayu terletak ke dalam Selat Malaka yang merupakan jalur perdagangan terdekat antara India dan Cina. Jadi kerajaan Melayu perkonomianya berdagang.
Kerajaan Sriwijaya : Sriwijaya adalah sebuah negara maritim yang mempunyai hubungan perdagangan internasional. Para pedagang dari berbagai bangsa, seperti Cina, anak benua India (Gujarat, Urdu-Pakistan, dan Tamil), Sri Lanka, dan Campa datang ke Sriwijaya.
Kerajaan Mataram Kuno : Pusat kerajaan Mataram Kuno terletak di Lembah sungai Progo, meliputi daratan Magelang, Muntilan, Sleman, dan Yogyakarta. Daerah itu amat subur sehingga rakyat menggantungkan kehidupannya pada hasil pertanian. Perdagangan juga sudah dilakukan, Pengekspor dan Impor hasil pertanian
Kerajaan Kediri : Kehidupan perekonomian Kediri berpusat pada bidang pertanian dan perdagangan. Hasil pertanian masyarakat Kediri umumnya beras. Walaupun terletak di pedalaman, jalur perdagangan dan pelayaran maju pesat melalui Sungai Brantas yang dapat dilayari sampai ke pedalaman wilayah Kediri dan bermuara di Laut Selatan (Samudera Indonesia).
Kerajaan Singasari : Letak kerajaan Singosari di tepi sungai Bengawan Solo. Hal ini memberikan kesimpulan bahwa masyarakatnya aktif dalam kegiatan perekonomian pelayaran, Sektor pertanian , Menguasai  jalur perdagangan.
Referensi :


Soekmono, R . (1981). Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia I. Yogyakarta : Kanisius

2.      Bagaimana perkembangan Ekonomi Indonesia pada masa Kerajaan Islam di Nusantara
Jawaban : Penggunaan uang yang berupa koin emas dan koin perak sudah dikenal di masa itu, namun pemakaian uang baru mulai dikenal di masa kerajaan-kerajaan Islam, misalnya picis yang terbuat dari timah di Cirebon. Namun penggunaan uang masih terbatas, karena perdagangan barter banyak berlangsung dalam sistem perdagangan Internasional. Karenanya, tidak terjadi surplus atau defisit yang harus diimbangi dengan ekspor atau impor logam mulia. Kejayaan suatu negeri dinilai dari luasnya wilayah, penghasilan per tahun, dan ramainya pelabuhan. Hal itu disebabkan, kekuasaan dan kekayaan kerajaan-kerajaan di Sumatera bersumber dari perniagaan, sedangkan di Jawa, kedua hal itu bersumber dari pertanian dan perniagaan.
Kehidupan ekonomi kerajaan Samudra Pasai
Letak Kerajaan Samudera Pasai yang strategis, mendukung kreativitas mayarakat untuk terjun langsung ke dunia maritim. Samudera pasai juga mempersiapkan bandar - bandar yang digunakan untuk:
·         Menambah perbekalan untuk pelayaran selanjutnya
·          Mengurus masalah – masalah perkapalan
·         Mengumpulkan barang – barang dagangan yang akan dikirim ke luar negeri
·         Menyimpan barang – barang dagangan sebelum diantar ke beberapa daerah di Indonesia
Kehidupan ekonomi Kerajaan Aceh
Dalam masa kejayaannya, perekonomian Aceh berkembang pesat. Daerahnya yang subur banyak menghasilkan lada. Kekuasaan Aceh atas daerah-daerah pantai Timur dan Barat Sumatera menambah jumlah ekspor ladanya. Penguasaan Aceh atas beberapa daerah di Semenanjung Malaka menyebabkan bertambahnya bahan ekspor penting seperti timah dan lada yang dihasilkan di daerah itu. Perdagangan , pertanian juga.
Kehidupan ekonomi Kerajaan Demak.
Dilihat dari segi ekonomi, Demak sebagai kerajaan maritim, menjalankan fungsinya sebagai penghubung atau transit daerah penghasil rempah-rempah di bagian timur dengan Malaka sebagai pasaran di bagian barat. Perekonomian Demak dapat berkembang dengan pesat di dunia maritim karena didukung oleh penghasil dalam bidang agraris yang cukup besar.
Kehidupan Ekonomi kerajaan Banten
Kehidupan ekonomi kerajaan Banten bertumpu pada bidang perdagangan karena memiliki bahan ekspor penting, yaitu lada sebagai daya tarik yang kuat bagi pedagang asing.
Kehidupan ekonomi kerajaan Makassar/ Gowa Tallo
Kehidupan ekonomi kerajaan ini bertumpu pada perdagangan dan pelayaran. Dengan berkembangnya Makassar sebagai pusat perdagangan wilayah timur, mengakibatkan warga asing berdagang di Makasar.
Kehidupan ekonomi kerajaan Perlak
Kerajaan Perlak merupakan negeri yang terkenal sebagai penghasil kayu Perlak, yaitu kayu yang berkualitas bagus untuk kapal. Pada awal abad ke-8, Kerajaan Perlak berkembang sebagai bandar niaga yang amat maju.  Kerajaan Islam Perlak sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia.
Kehidupan ekonomi Kerajaan Mataram Islam
adalah kelanjutan dari Kerajaan Demak dan Pajang. Kerajaan ini menggantungkan kehidupan ekonominya dari sektor agraris. Hal ini karena letaknya yang berada di pedalaman. Akan tetapi, Mataram juga memiliki daerah kekuasan di daerah pesisir utara Jawa yang mayoritas sebagai pelaut. Daerah pesisir inilah yang berperan penting bagi arus perdagangan Kerajaan Mataram.
Kehidupan ekonomi kerajaan Pajang
Pajang terletak di daerah pedalaman sehingga kerajaan ini menitikberatkan mata peneaharianya dari pertanian dengan hasil utamanya beras.
Kehidupan ekonomi kerajaan Ternate dan Tidore
Tanah di Kepulauan Maluku itu subur dan diliputi hutan rimba yang banyak memberikan hasil diantaranya cengkeh dan di kepulauan Banda banyak menghasilkan pala. Pada abad ke 12 M permintaan rempah-rempah meningkat, sehingga cengkeh merupakan komoditi yang penting. Pesatnya perkembangan perdagangan keluar dari maluku mengakibatkan terbentuknya persekutuan. Selain itu mata pencaharian perikanan turut mendukung perekonomian masyarakat.
Kehidupan ekonomi kerajaan Cirebon
Setelah perjanjian 7 Januari 1681 antara kerajaan Cirebon dan VOC, keraton Cirebon semakin jauh dari kehidupan kelautan dan perdagangan, karena VOC memegang hak monopoli atas beberapa jenis komoditas perdagangan dan pelabuhan.
Kehidupan ekonomi kerajaan Malaka
Malaka amat bergantung pada Sumatera dalam memenuhi kebutuhan beras ini, karena persawahan dan perladangan tidak dapat dikembangkan di Malaka. Hal ini kemungkinan disebabkan teknik bersawah yang belum mereka pahami, atau mungkin karena perhatian mereka lebih tercurah pada sektor perdagangan, dengan posisi geografis strategis yang mereka miliki.
Referensi :
Soekmono, R . (1981). Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia I. Yogyakarta : Kanisius

3.      Apa yang anda ketahui mengenai merkantilisme dan kapitalisme. Lalu bagaimana penerapannya di Nusantara pada masa penjajahan Eropa dari masa Portugis , VOC, sampai diterapkannya UU agrarian.
Jawaban :
MERKANTILISME adalah Paham yang ditandai dengan adanya campur tangan pemerintah secara ketat dan menyeluruh dalam kehidupan perekonomian guna memupuk kekayaan logam mulia sebanyak-banyakanya sebagai standard dan ukuran kekayaan yang dimiliki, kesejahteraan dan kekuasaan Negara tersebut.
Kebijakan Pelaksanaan dan Perencanaan Ekonomi Merkantilisme :
·         Berusaha mendapatkan logam mulia sebanyak-banyaknya
·         Meningkatkan perdagangan luar negeri
·         Mengembangkan industri berorientasi ekspor
·         Meningkatkan pertambahan penduduk sebagai tenaga kerja industry
·          Melibatkan Negara sebagai pengawas perekonomian
·         Melakukan perlindungan barang dagangan dengan menggunakan bea masuk yang sangat tinggi.
·         Meminta bayaran tunai dalam bentuk emas jika suatu Negara mengekspor lebih dari Negara lain.
KAPITALISME adalah sebuah system ekonomi dimana individu secara privat melakukan kegiatan produksi, pertukaran barang, dan jasa pelayanan melalui sebuah jaringan pasar dan harga yang kompleks Kapitalisme menurut Karl Marx, adalah sebuah sistem dimana pemilik modal menjadi penentu dari seluruh kebijakan pasar dan harga barang dengan meminimalisir kerugian dan memaksimalkan keuntungan. Pada abad 18 saat berkembang revolusi industri banyak muncul para pemilik modal yang menguasai peralatan industri, mempekerjakan manusia untuk menjalankan mesin.
Tujuan kapitalisme adalah biaya produksi yang murah dan keuntungan yang tinggi.
Ciri-ciri Kapitalisme :
·         Modal dan barang-barang yang digunakan sebagai proses produksi dimiliki secara pribadi.
·         Aktivitas ekonomi secara bebas hanya ditentukan oleh penjualan dan pembelian
                            
·         Pemilik modal bebas untuk menggunakan cara apa saja untuk meningkatkan keuntungan maksimalnya dengan mendayagunakan sumber daya produksi dan pekerjaannya.
·         Pengawasan Negara diupayakan seminimal mungkin, Negara sewaktu-waktu dapat mengeluarkan kebijakan yang melindungi lancarnya pelaksanaan dari system kapitalisme.
Portugis
Sejak sukses pengambilalihan kekuasaan oleh Portugis terhadap Malaka pada tahun 1511, orang-orang Portugis terbuka mengadakan perdagangan langsung dengan Indonesia, khususnya daerah penghasil rempah-rempah seperti Ternate, Banda, Seram, Ambon dan Timor. Kebijakan pemerintah Kolonial Portugis antara lain :
·         Sistem monopoli perdagangan cengkeh dan pala di Ternate.
·         Berusaha menanamkan kekuasaan di daerah Maluku.
·         Menyebarkan agama Katholik di daerah-daerah yang dikuasai .
·         Mengembangkan bahasa dan seni musik keroncong Portugis.
Pengaruh dari kebijakan ini ternyata tertanam pada rakyat Indonesia khususnya rakyat Maluku , ada yang bersifat negatif dan ada yang positif.  
Pengaruh yang paling besar dan paling langgeng  adalah :
·         Terganggu dan kacaunya jaringan perdagangan .
·         Banyaknya orang-orang beragama Katholik di daerah pendudukan Portugis
Pengaruh lain dari kebijakan kolonial Portugis yaitu   :
·         Rakyat menjadi miskin dan menderita.
·         Tumbuh benih rasa benci terkadap kekejaman Portugis.
·         Munculnya rasa persatuan dan kesatuan rakyat Maluku untuk menentang Portugis.
·         Bahasa Portugis turut memperkaya perbendaharaan kata/ kosa kata  dan nama keluarga seperti da Costa, Dias, de Fretes, Mendosa, Gonzalves, da Silva dan lain-lain.
·         Seni musik keroncong yang terkenal di Indonesia sebagai peninggalan Portugis adalah keroncong Morisco.
·         Banyak peninggalan arsitek bangunan yang bercorak Portugis dan sejata api/ meriam  di daerah pendudukan
VOC
Sistem merkantilisme ala VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) sekitar tahun 1600 – 1800 yang penekanan nya pada peningkatan ekspor dan pembatasan impor, sistem monopoli negara ala sistem tanam paksa sekitar 1830 – 1870, dan sistem ekonomi kapitalis liberal sejak 1870 hingga 1945. Tindakan VOC dengan adanya hak octroi sangat merugikan bangsa Indonesia. Hak octroi seolah ijin usaha kepanjangan tangan pemerintah Belanda, bahkan bisa dikatakan VOC sebagai sebuah ‘negara dalam negara’.
Untuk  menguasai perdagangan rempah-rempah, VOC menerapkan hak monopoli, menguasai pelabuhan-pelabuhan penting dan membangun benteng-benteng. Benteng-benteng yang dibangun VOC adalah   :
a)      Di Banten disebut benteng Kota Intan ( Fort Pellwijk ).
b)      Di Ambon disebut benteng Victoria.
c)      Di Makasar disebut benteng Retterdam.
d)     Di Ternate di sebut benteng Orange.
e)      Di Banda disebut benteng Nasao
Kebijakan-kebijakan VOC selama berkuasa di Indonesia sejak tahun 1602 – 1799 antara lain dapat dirangkum sebagai berikut   :
a)      Menguasai pelabuhan-pelabuhan dan mendirikan benteng untuk melaksanakan monopoli perdagangan.
b)      Melaksanakan politik devide et impera ( memecah dan menguasai)  dalam rangka untuk menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia
c)       Untuk memperkuat kedudukannya dirasa perlu mengangkat seorang pegawai yang disebut Gubernur Jendral
d)     Melaksnakan sepenuhnya Hak Octroi yang ditawarkan pemerintah Belanda.
e)      Membangun pangkalan / markas VOC yang semula di Banten dan Ambon, dipindah dipusatkan di Jayakarta ( Batavia)
f)       Melaksanakan pelayaran Hongi  ( Hongi tochten ).
g)       Adanya Hak Ekstirpasi, yaitu hak untuk membinasakan tanaman rempah-rempah yang melebihi ketentuan.
h)       Adanya verplichte leverantien (penyerahan wajib) dan  Prianger Stelsel ( system Priangan )
UU Agraria
Latar belakang dikeluarkannya Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) antara lain karena kesewenangan pemerintah mengambil alih tanah rakyat. UU Agraria memastikan bahwa kepemilikan tanah di Jawa tercatat. Tanah penduduk dijamin sementara tanah tak bertuan dalam sewaan dapat diserahkan. UU ini dapat dikatakan mengawali berdirinya sejumlah perusahaan swasta di Hindia Belanda. UU Agraria sering disebut sejalan dengan Undang-Undang Gula 1870, sebab kedua UU itu menimbulkan hasil dan konsekuensi besar atas perekonomian di Jawa.
Tujuan dikeluarkannya UU Agraria 1870
·         Melindungi hak milik petani atas tanahnya dari penguasa dan pemodal asing.
·         Memberi peluang kepada pemodal asing untuk menyewa tanah dari penduduk Indonesia seperti dari Inggris, Belgia, Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan lain-lain.
·         Membuka kesempatan kerja kepada penduduk untuk menjadi buruh perkebunan.
Dampak dikeluarkannya UU Agraria antara lain. Perkebunan diperluas, baik di Jawa maupun diluar pulau Jawa. Angkutan laut dimonopoli oleh perusahaan KPM yaitu perusahaan pengangkutan Belanda.
Hak erfpacht
Isu terpenting dalam UU Agraria 1870 adalah pemberian hak erfpacht, semacam Hak Guna Usaha, yang memungkinkan seseorang menyewa tanah terlantar yang telah menjadi milik negara yang selama maksimum 75 tahun sesuai kewenangan yang diberikan hak eigendom (kepemilikan), selain dapat mewariskannya dan menjadikan agunan.
Ada tiga jenis hak erfpacht
a)      Hak untuk perkebunan dan pertanian besar, maksimum 500 bahu dengan harga sewa maksimum lima florint per bahu;
b)      Hak untuk perkebunan dan pertanian kecil bagi orang Eropa "miskin" atau perkumpulan sosial di Hindia Belanda, maksimum 25 bahu dengan harga sewa satu florint per bahu (tetapi pada tahun 1908 diperluas menjadi maksimum 500 bahu);
c)      Hak untuk rumah tetirah dan pekarangannya (estate) seluas maksimum 50 bahu.
Referensi :

http://onlinejurnal.com/2014/05/20/Kolonialisme-Imprealisme-Dan Nasionalisme/

Harsono B. 1995. Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. Jilid 1 – Hukum Tanah Nasional. Djambatan. Jakarta

Recklefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta, 2005.

4.      Bagaimana komentar saudara tentang kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh Daendels, Raffles, dan Van Den Bosch?
Jawaban :  komentar mengenai kebijakan Daendels
Dalam upaya tersebut, Daendels melakukan hal-hal sebagai berikut   :
·         Membangun ketentaraan, pendirian tangsi-tangsi/ benteng, pabrik mesiu /senjata di Semarang dan Surabaya dan juga rumah sakit tentara.
·         Pembuatan jalan pos dari Anyer di Jawa Barat sampai Panarukan di Jawa Timur panjang sekitar 1000 km.
·         Membangun pelabuhan di Anyer dan Ujung Kulon dan pembuatan perahu-perahu kecil untuk kepentingan perang
·         Daendels dikenal sebagai Gubernur Jendral “ bertangan besi” karena ia memerintah dengan menerapkan disiplin tinggi, keras dan kejam. Untuk mendapatkan dana yang dibutuhkan dalam menghadapi Inggris Daendels menerapkan beberapa cara  :
·         Sistem kerja paksa ( rodi )
·         Melaksanakan contingenten, yaitu pajak berupa hasil bumi.
·         Menetapkan verplichte leverentie, kewajiban menjual hasil bumi hanya kepada pemerintah Belanda dengan harga yang telah ditetapkan.
·         Mewajibkan Prianger Stelsel, yaitu kewajiban rakyat Priangan untuk menanam kopi.
·         Melepas tanah kepada pihak asing.
Dalam melaksanakan pemerintahannya di Indonesia, Daendels memberantas sistem feodal yang sangat diperkuat VOC. Untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan, hak-hak bupati mulai dibatasi terutama yang menyangkut penguasaan tanah dan pemakaian tenaga rakyat. Selama memerintah, Daendels dikenal sebagai gubernur jenderal yang “bertangan besi”. Ia memerintah dengan menerapkan disiplin tinggi, keras, dan kejam. Bagi rakyat atau penguasa lokal yang ketahuan membangkang, Daendels tidak segan-segan member hukuman. Hal ini dapat dibuktikan saat Daendels menjalankan kerja rodi untuk membangun jalan raya Anyer – Panarukan sepanjang 1.000 km. Dalam pembangunan tersebut, rakyat dipaksa kerja keras tanpa diberi upah atau makanan, dan apabila rakyat ketahuan melarikan diri akan ditangkap dan disiksa. Rakyat sangat menderita. Sisi negatif pemerintahan Daendels adalah membiarkan terus praktek perbudakan serta hubungan dengan raja-raja di Jawa yang buruk, sehingga menimbulkan perlawanan


Raffles
Pendudukan Inggris atas wilayah Indonesia tidak berbeda dengan penjajahan bangsa Eropa lainnya. Raffles banyak mengadakan perubahan-perubahan , baik di bidang ekonomi maupun pemerintahan. Kebijakan Daendels yang dikenal dengan nama Contingenten diganti dengan system sewa tanah. Sistem sewa tanah disebut juga system pajak tanah atau landrent (lanrate).  Rakyat atau para petani harus membayar pajak sebagai uang sewa, karena semua tanah dianggap milik negara. Landrent di Indonesia gagal, karena :
·         Sulit menentukan besar kecilnya pajak untuk pemilik tanah yang luasnya berbeda.
·         Sulit menentukan luas-sempit dan tingkat kesuburan tanah.
·         Terbatasnya jumlah pegawai.
·          Masyarakat pedesaan belum terbiasa dengan system uang.

Tindakan yang dilakukan oleh Raffles berikut adalah membagi wilayah Jawa menjadi 16 daerah karesidenan. Hal ini dikandung maksud untuk mempermudah pemerintah melakukan pengawasan terhadap daerah-daerah yang dikuasainya. Setiap karesidenan dikepalai oleh seorang residen dan dibantu oleh asisten residen. 
Apa yang di inginkan Raffles tidak berhasil karena masyarakat Indonesia itu feodal, ketika disuruh atau di paksa akan menurut, ketika dibebaskan maka untuk penanaman maka rakyat Indonesia menanam padi, sedangkan padi di Eropa tidak laku dijual.
Gubernur Jendral van den Bosch, menerapkan kebijakan politik dan ekonomi konsevatif di Indonesia. Pada tahun 1830 mulai diterapkan aturan kerja rodi ( kerja paksa ) yang disebut Cultuurstelsel.
Van den Bosc sebagai pengusul dari Cultuur Stelsel, kemudian di angkat sebagai Gubernur Jendral Hindia Belanda.
Aturan-aturan Tanam Paksa
·         Persetujuan akan diadakan dengan penduduk agar mereka menyediakan sebagian ari tanahnya untuk penanaman tanaman Ekspor yang dapat di jual di pasaran Eropa.
·         Tanah pertanian tersebut tidak boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang di miliki penduduk desa.
·         Pekerjaan yang di perlukan untuk menanam tanaman tersebut tidak boleh melebihi pekerjaan untuk menanam tanaman padi.
·         Tanah yang disediakan penduduk tersebut bebas dari pajak tanah
·          Hasil dari tanaman tersebut diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda.
Di dalam praktiknya seringkali menyimpang dari ketentuan-ketentuan pokok sehingga rakyat banyak dirugikan. Penyimpangan-penyimpangan tersebut antara lain
·         Dilakukan dengan cara paksaan.
·         Luas tanah harus disediakan penduduk melebihi ketentuan.
·         Pengerjaannya jauh lebih sama.
·         Pajak tanah masih tetap dikenakan.
·         Petani tidak mendapat kelebihan hasil panen.
Agar para bupati dan kepala desa menunaikan tugasnya dengan baik, pemerintah kolonial memberikan perangsang yang di sebut Cultuur Procenten.Cultuur Procenten adalah bonus dalam persentasi tertentu yang diberikan kepada para pegawai Belanda, para bupati, dan kepala desa apabial hasil produksi di suatu wilayah mencapai atau melampaui target yang dibebankan.
Akibat-Akibat Tanam Paksa
1.      Bagi Belanda
·         Meningkatnya hasil tanaman ekspor dari negeri jajahan dan dijual Belanda di pasaran Eropa.
·         Perusahaan pelayaran Belanda yang semula kembang kempis,pada masa tanam paksa mendapat keuntungan yang besar
·          Pabrik-pabrik gula kemudian juga dikembangkanoleh penguasa Belanda.
2.      Bagi Indonesia
·         Kemiskinan dan penderitaan fisik dan mental yang berkepanjangan.
·         Beban pajak yang berat.
·         Pertanian, khususnya padi, banyak mengalami kegagalan panen.
·         Jumlah penduduk Indonesia menurun
·          Rakyat Indonesia mulai mengenal tanaman dagang yang berorientasi ekspor
Referensi :
Recklefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta, 2005.


http://onlinejurnal.com/2014/05/20/Masa-kekuasaan-daendels/
5.      Buat perbandingan keadaan perekonomian Indonesia pada masa Hindu Budha , Islam, dan Kolonialisme.
Jawaban :
Perbandingan
Hindu Budha
Islam
Kolonialisme
pertanian, peternakan
pertanian, peternakan
Terjadinya ekploitasi SDA
Perdagangan Internasional
Perdagangan Internasional
Tanam paksa, pertanian, perdagangan Internasional.
Raja jadi penguasa
Raja jadi penguasa
Pajak yang Tinggi
Di lihat dari Prasasti (system ekonominya)
 para pedagang Muslim yang menguasai sumber-sumber ekonomi. 
Rakyat menderita
System pajak (upeti)
mengalami kemajuan 
Melakukan system pemungutan pajak

Hubungan Indonesia-India -Cina berkembang
System pajak
Mewajibkan rakyat melakukan penyerahan hasil pertanian
Impor/ ekspor sudah terjadi
Hubungan perdagangan cukup baik dengan Arab-persia dll
Menjual tanah-tanah pertanian kepada swasta
Penambangan (emas, timah dll)
Memebentuk lembaga keuangan
Monopoli perdagangan
System administrasi keuangan belum ada
Terjadinya ekspor dan impor
Pet       petani indonesia mengenal jenis-jenis tanaman baru serta cara merawatnya

Referensi :
Recklefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta, 2005


Soekmono, R . (1981). Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia I. Yogyakarta : Kanisius